“Kyra Senpai?” Shyna menyusul Kira yang berenang cepat, “Kira senpai, kenapa kita dari tadi belum bertemu dengan Lyla dan yang lain?” katanya. Kyra hanya tersenyum, “Shyna, kalau mau tahu hal itu tanyakan saja pada Kira.” Gumamnya. Shyna menoleh ke arah Kira senpai dan menanyakan hal yang sama. “Hmm tunggu ya, sebentar lagi ketemu nih.” Kira bergumam. Mendengar hal itu wajah Shyna menjadi secerah matahari.
Kira berhenti di puncak suatu karang dan menyuruh yang lainnya untuk meyingkir, dia menempelkan kedua telapak tangannya menutup mata, berkonsentrasi. Setelah itu matanya terbuka dan dia berteriak, “KAN TEN!!” sejenak kemudian sebuah ruangan ilusi berbentuk bulat besar menyelubungi daerah kumpulan karang seluas 5000 m2.
“Nah sekarang ayo kita cari kerang Jonah!!” Kira berseru kepada yang lain. Semua kaget kecuali Kyra. Kairi nampak sangat tercenggang, “Kak, ini beneran??” katanya. “Tentu saja ngapain aku berbohong!?” Kira membalasnya sambil sedikit tertawa. Shyna nampak amat sangat tercenggang, “Kak katanya kita akan menolong Lyla dan yang lain? Dimana mereka? Dan sekarang kita mencari sesuatu yang tidak terlalu penting itu?” Stevi menambahkan, “Benar!! Lagipula dengan kekuatan Kak Kira dan Kak Kyra kan bisa dengan mudah membantai para duyung itu! Kenapa malah tidak membantu mereka!?” serunya.
“Nah kalian. Bukan begitu sebenarnya.” Kyra menerangkan, Kira mengangguk, “Kalian yakinkan kalau mereka pasti selamat?” kata Kyra. Semua menggeleng.
“Daripada begini lebih baik cepat antarkan ke tempat Reky!! Aku ingin bertemu dengannya!!” Seru Ryana. Stevi maju sedikit, “Pokoknya aku cemas dan ingin bertemu dengan mereka! Bukankah kakak-kakak sendiri yang bilang bahwa pertemuan bisa mendatangkan kekuatan? Kenapa sekarang malah bertindak berlawanan dengan hal itu!?” Seru Stevi, Fabilla mengangguk ikut menyetujui, “Betul-betul!” sambungnya.
Kira mendesah, “Hhh bukan begitu, kalian, dengarkan dulu,” semuanya terdiam, “aku dan Kyra melakukan ini karena aku percaya mereka baik-baik saja dan bisa menyelesaikan semua itu, dan lagi kita tidak sepenuhnya tidak menolong mereka kok. Setelah kita menemukan semua kerang Jonah bagian mereka kita bisa datang untuk menolong mereka.” Ujarnya.
“Tapi, bisa saja setelah kita mendapatkan semua kerang Jonah bagian mereka, mereka sudah tewas semua atau malah...” Shyna menyangkal namun terputus, dia menyadari sesuatu. “Atau malah sudah menyelesaikanya dan pulang dengan selamat kan?” Semua terdiam dan menyadarinya. “Ya, karena mereka semua akan pulang dengan selamat sudah menjadi hal yang wajar kalau kita hadiahkan mereka sesuatu sebagai selamatan. Setelah itu mereka akan bisa melepas lelah dan ketakutan mereka dengan pertemuan bersama kalian semua.”
Shyna menutup matanya pikirannya tergugah, dia membuka matanya dan tersenyum manis, “Ya kak, tentu saja.” Katanya. Stevi dan Fabilla berpandangan dan tersenyum, “Semoga kita bisa memberikan semangat kepada Jane, Daithy, dan Desyana ya!” mereka berdua bergandengan tangan. Kairi menyilangkan tangan dan tersenyum, sementara Ryana cemberut sama sekali, “Aku tidak terima apapun alasannya pokoknya aku mau bertemu dengan Reky!!” dia meluncur menjauhi mereka dan menuju kedalaman.
“Ryana!!” seru Shyna yang mau menyusulnya, tapi ditahan oleh Kyra. “Biarkan dia biar aku saja yang mengejar.” Kyra kemudian menyusul Ryana ke kedalaman. Kira bergumam, “Mereka pasti selamat dan akan menolong Lyla dan yang lain.” Semuanya terdiam dan menatap mereka menjauh, “Jadi tenang saja. Lyla dan yang lain sudah ada penolongnya, dan lagi aku yakin bahkan dengan kekuatan mereka saja mereka bisa bebas! Jadi konsentrasi saja untuk mencari hadiah buat mereka yah! Ah, dan jangan lupa jangan jauh-jauh dariku.”
“Baik!” semua serempak mengatakannya. Kemudian mereka meluncur untuk mencari kerang jonah di wilayah karang-karang.
Kairi terus menatap Kira seakan ada sesuatu yang dipikirkannya tentang Kira, “Kak, sebenarnya ada yang ingin kutanyakan.” tanyanya. “Ya ada apa?” balas Kira. “Begini, setelah dipikir-pikir lagi sebenarnya kalau keadaanya benar-benar berbahaya seharusnya kakak segera menolong mereka dan bukannya mencari kerang seperti ini? Kenapa kakak sepertinya menganggap semua ini bukan hal yang berbahaya?” Kira tersenyum, “Hehe itu karena semua ini memang sama sekali bukan hal yang berbahaya.” Kairi melongo, “Hah apa maksud kakak?”
“Hahaha, nanti juga kau akan tahu. Sekarang ini konsentrasi sajalah untuk mencari kerang jonah." Kata Kira. Kairi terheran-heran dan mengangkat bahu. Mereka meneruskan pencarian mereka.
***
Sementara itu Lyla dan yang lainnya sudah menembus istana duyung itu dan sampai di depan pintu dungeon yang ada password jawaban teka-teki manusia menjadi duyung. Pasukan duyung di dalam istana diporak-porandakan, alarm sudah berbunyi dari tadi karena mereka menggunakan magic di wilayah istana. Seisi istana gempar karena Lyla dan yang lain berhasil mengalahkan pasukan penjaga yang menjaga lantai satu, dan perpustakan. Kini Lyla dan yang lainnya sedang memecahkan password pintu dungeon.
“Di seberang pintu ini ada Anna dan yang lainnya...” Nana bergumam, berdiri dihadapan pintu yang lumayan besar. Mereka sekarang sedang berdiri di depan pintu dungeon istana duyung, di samping pintu itu mayat duyung penjaga tergeletak. Nana menemani Lyla berpikir mengenai teka-teki di pintu itu, Katz berjongkok dilantai, Silva dan Jimmy berjaga di belakang mereka, lorong menuju pintu dungeon sepi, tapi di kejauhan terdengar suara-suara yang mencari mereka.
Lyla berpikir keras, dihadapannya berdiri pintu batu yang terukir gambar manusia yang jantungnya ditarik oleh duyung dengan trisulanya. Ukiran manusia berada di pintu sebelah kanan dengan latar relief tumpukan tengkorak dan ukiran duyung berada di belahan pintu sebelah kiri dengan latar karang-karang. Dipinggir-pinggir pintu itu terukir sea serpent yang membatasi pintu dengan kusen pintu. Pegangan pintu itu adalah ukiran jantung manusia yang dibagi dua untuk masing-masing daun pintu, diatasnya ada tulisan yang terbaca, ‘manusia yang dikanan membunuh duyung tidak akan pernah menjadi duyung sementara duyung hasil manusia dikiri menjadi duyung karena membunuh duyung’.
“Bagaimana Lai? Bisa dipecahkan?” Silva menoleh ke arah Lyla. Lyla masih sibuk mengamati pintu itu. jimmy terlihat tidak sabar “Cepatlah, sepertinya mereka semakin mendekat!!” serunya. Nana menoleh, “Sabar dong, Lyla kan juga butuh waktu!!” serunya pula. “Ya kan la?” Nana menoleh ke Lyla. Lyla tidak menanggapi, dia serius berpikir. Semuanya terdiam dan mengamati Lyla dengan tajam.
Lyla menyadari sesuatu dan tersenyum menang, dia mendekati dan membisikan sesuatu kearah pintu itu. Tidak terjadi sesuatu. Lyla menutup mukanya dan membukanya kembali, “Aaaah! kukira ini mudah ternyata...” serunya. “Jadi kau tidak bisa memecahkanya Lai?” kata Nana. “Tidak, bukan begitu, aku sudah tahu poinnya namun sepertinya ada semacam tombol atau sesuatu untuk mengaktifkan pembacaan password atau...” ucapannya terputus ia kembali berpikir. Ia mendekat dan menyentuh-nyentuh permukaan pintu itu. Saat ia menyentuh ukiran manusia dan duyung bersamaan ukiran jantung manusia di tengah berubah menjadi jantung asli dan berdetak, terdengar suara, “Sebutkan jenismu.”
Lyla menoleh kebelakang, seakan meminta pertolongan, Silva menggelengkan kepala seakan tak mengetahui apapun. Suara itu kembali berbicara, “Sebutkan jenismu, duyung atau manusia.” Lyla tersadar dan dengan mengambil napas terlebih dahulu dia mengucapkan, “Manusia.” Hening sejenak, tidak ada jawaban dari suara itu sementara suara detak jantung terus menggema. Silva mendesah, “Semestinya tadi kita jawab duyung.” gumamnya.
“Password.” Suara itu mengejutkan Lyla, dia mengusap dada. Ia menyentuh dagu, sedikit berpikir dan kemudian tersenyum menang, dengan mantap dia membuka mulut, “Aku adalah duyung.” Lyla kemudian menelan ludah, berharap jawabanya benar. “Kau adalah duyung.” ucap suara itu. Pintu kemudian terbuka dan jantungnya kembali menjadi ukiran batu lagi.
Lyla dan Nana bersorak dan meloncat kegirangan. Silva tersenyum dan Jimmy menggerutu, “Lama.” Katanya. Katz berdiri, “Bisa kita masuk sekarang? Nantinya duyung-duyung itu bisa menemukan kita.” dengan datar. Lyla menatapnya sinis, “Ya, sekarang juga kita masuk.” dan mereka pun masuk kedalam dungeon.
Di dalam mereka melihat sel-sel kosong berbentuk kubah yang penuh tulang manusia yang sudah lapuk dengan sarang laba-laba yang lebat. Keadaan disana seperti berada di tempat yang lebih angker dari kuburan yang tak terawat. Semuanya mencari-cari sel tempat teman-teman mereka disekap, Lyla melihat deretan jendela kecil yang sangat tipis celahnya, mungkin dari situ Aldo mengeluarkan surat ya. Mereka terus mencari di deretan sel-sel kosong sampai mereka menemukan pintu password yang sama dengan yang didepan. Sekali lagi mereka mengucapkan password dan masuk keruangan yang kedua. Disini tempatnya jauh lebih lumayan dari ruangan sebelumnya namun masih amat sangat jauh dari ruangan yang biasa-biasa saja sekalipun.
Di ruangan kedua itu selnya berupa ruangan berpintu baja dengan jendela jeruji kecil dipintunya. Deretan-deretan pintu baja yang jaraknya berdekatan seperti membuat lorong yang mereka lalui sangatlah sempit. “Ugh sel-sel ini membuatku sangat ketakutan.” Nana bergidik. “Hmmph kalau sel-selnya begini kita tidak akan bisa mengetahui dimana Anna dan yang lainnya.” Lyla menggerutu, dia mengintip kedalam salah satu sel. Lyla menyipitkan mata berusaha melihat dalam kegelapan. Tiba-tiba sepasang mata yang bersinar mengagetkan Lyla. Lyla menjauh dan jatuh terjerembab.
“A-apa itu??” Lyla menunjuk sepasang mata yang mengintip dari jendela kecil. Semua memperhatikanya. Disekeliling mereka pintu-pintu sel berderak-derak, mata-mata yang mengintip keluar pun semakin banyak, dari pintu-pintu itu tidak terdengar suara dari makhluk hidup.
Pintu-pintu terus berderak, Nana bergidik dan memegang lengan Lyla yang juga bergidik. Jimmy hanya mengepalkan tangan dan mengernyit, Katz bengong, Silva mendekati salah satu sel dan bertatapan dengan sepasang mata. Ia kemudian berteriak, “OII TENANG! MEREKA INI MANUSIA KOK!!” seiring dengan jeritan Silva semua derakan itu berhenti. Dari salah satu sel sebuah kertas meloncat keluar.
Silva mengambilnya dan membacanya, “Orang ini tahu kita kesini untuk menyelamatkan teman-teman. Dia menunjukan peta letak sel teman-teman kita.” Nana dan Lyla menelan ludah mereka mengagguk. Jimmy mengangkat bahu, “Yeah whatever, let’s get out from here.” Katz mendekati Silva dan melihat petanya, dia mulai berjalan, “I don’t like wasting time.” dengan datar.
“Hhh oke, ayo semuanya!” Silva berseru, mengajak untuk berangkat. Pintu-pintu sel berderak lagi kali ini lebih kencang. Nana menutup kupingnya. Lyla menyentuh dagunya, “Silva? Mereka ini orang-orang korban duyung kan? Kenapa tidak kita bebaskan mereka? Mereka minta ditolong kan?” tanyanya. Silva menghela napas, “Hhh bukanya aku tidak mau, tapi tidak bisa. Coba pikir, bagaimana caranya menolong orang-orang sebanyak ini??” Lyla menunduk dan menggeleng lemah, “Tidak bisa kan? Makanya tidak usah kita pikirkan.” Silva terdiam sejenak, “Aku juga sebenarnya ingin menolong mereka. Tapi hal itu... Ah sudahlah!! Kalau nanti ada cara kita akan menolong semua orang ini!!” Lyla tersenyum.
Jimmy menoleh kearah Silva “Oi Silva kenapa mereka semua tidak bersuara sama sekali tadi?” tanya Jimmy. “Oh, itu karena... suara mereka sudah dimakan oleh para duyung. Semua suara yang berasal dari tubuh mereka, bahkan suara hembusan napas, dan suara kedipan mata yang sangat kecil sekalipun.” Semua bergidik, kecuali Katz. “Dan kalau kita telat menyelamatkan teman-teman kita nasib mereka akan sama seperti itu.”
Akhirnya mereka semua sampai di tempat yang ditunjukan dalam peta. Tempatnya putih bersih dan banyak salib dimana-mana. Salib-salib itu bekas dipakai berkali-kali darah bekas pahatan di kaki dan tangan yang mengering di ujung-ujung salib. Di lantai tepat di bawah salib tampak bekas ledakan yang berkali-kali dilakukan, bekas sihir. Sel-sel yang berbentuk sarang burung bertebaran dimana-mana. Diujung ruangan tampak sel yang penuh dengan anak-anak, Anna dan yang lainnya.
“ANNNAAAA!!!!” Silva berteriak Lyla dan yang lain mendekati anak-anak yang terkurung itu. Disitu ada Anna, Seira, Dain, Rifky, Aldo, Dennis, Daithy, dan Desya. Mereka melepas rindu sambil berpegangan tangan melewati celah jeruji. Lyla, Nana, Silva, dan Anna berkumpul bersama, Dain menangis dan menggenggam erat tangan Lyla. Jimmy menggenggam erat tangan Aldo sebelah tangan seperti bersalaman, disekeliling Aldo, Dennis, Rifky, dan Seira bersorak-sorak. Desya dan Daithy menangis lega disudut sel. Katz hanya melihat dari kejauhan.
“Ternyata benar, kalian datang untuk menyelamatkan kami?? Ternyata harapanku tidak salah ya.” Anna berseru. Silva mengggenggam kedua tangan Anna, “Kau tidak apa-apa kan?” katanya penuh kekhawatiran. Anna menggeleng, “Aku bahkan tidak menangis sama sekali, karena aku yakin kalian akan datang.” Dain menangis disebelahnya, “Aku-aku terlalu gembira, ahahaha sampai seperti ini, memalukan ya...” katanya sambil terisak.
Lyla mengusap kepala Dain, “Sekarang kami sudah ada disini kok. Tenang saja ya.” Disebelah, Jimmy menoleh ke arah Lyla, Aldo melihatnya dan menghampirinya. Aldo, Jimmy, Dennis, Rifky, dan Seira mengahampiri Lyla. “Terimakasih kau telah memenuhi harapanku. Lyla, mungkin jika kau tidak ada kami tidak akan pernah diselamatkan.” Kata Aldo. “A-anu itu bukan apa-apa kok. Aku rasa ini bukan karena apa-apa tapi suatu keharusan yang aku harus melakukannya, untuk keselamatan teman-temanku.” Lyla mengangguk.
Seira tersenyum, “Hihi, kau benar-benar orang yang baik ya Lai. Semuanya juga, Terimakasih.” Seira menunduk dalam-dalam begitu juga yang lain. Kemudian semua tertawa. Jane dan Daithy yang meringkuk disudut sedikit menyunggingkan senyum tipis yang dipaksakan, mereka dengan enggan mengakui kalau mereka juga mengharapkan pertolongan.
Katz menghampiri Silva dan membisikan sesuatu. Silva sedikit terdiam dan kemudian berbicara, “Kalian, ini bukan waktunya untuk lega-legaan. Di seluruh istana ini kami sedang dicari. Jadi ayo kita harus cepat.” Semua mengangguk “Oh ya ada yang tahu dimana kunci sel ini?” semua menggeleng. Silva menutup mukanya, kecewa. Sekarang semua terlihat kebingungan.
Nana menoleh-noleh dari tadi memastikan sesuatu, “Kalian, sepertinya kurang lengkap ya? Mana Herzen dan Jane?” Dennis menanggapi, “Oh, Herzen dari awal tidak ada disini, kukira juga dia bersama kalian.” Lyla cs menggeleng. Silva menyilangkan tangan ,berpikir, “Jadi dia belum tertangkap dan sedang menuju kesini? Ah bukan jangan-jangan malah tidak tahu semua kejadian ini?”gumamnya. Dennis mengangkat bahu, “Tidak tahu juga ya.” Nana kembali bertanya, “Jadi mana Jane?”
“Kalau itu...” Dennis membuang muka. “Dia dibawa duyung-duyung untuk diambil suaranya.” Daithy menyambungkan. “Dia disalib di salah satu salib putih itu dan sejenak kemudian semua suaranya hilang.” Katanya sambil merunduk sedih. Semuanya terdiam dan merundukan mukanya.
Lyla bicara “Sudahlah, sekarang ini lebih baik mengeluarkan kalian dulu dari sini dan setelah itu menyelamatkan Jane.” Semuanya mengangkat muka dan mengangguk, “Oke sebagai permulaan mari kita cari kunci sel kalian.” Lyla membalik tubuhnya dan menuju kepintu keluar, “Kalian tunggu saja disini kami akan mencari penjaga kunci—“ perkataan Lyla terpotong, sebuah jarum es menembus bahunya, darah langsung mengucur. “SIAPA DISITU!!?”
Pintu keluar terbuka dan lima duyung keluar. Kelima duyung itu masuk dengan tenang, mereka bersenjatakan pedang berujung tiga. Duyung ditengah tampak paling mencolok, dengan brigandine ungu petir yang penuh duri, dan wajah lancip yang dingin. Keempat duyung yang lain memakai armor biru turquoise dengan helm sirip hiu yang juga berwarna biru turquoise. Duyung yang ditengah berbicara, “kau tidak usah mencarinya, kunci itu ada disini.” Duyung itu menggantungkan kuncinya di jarinya.
“Nhhh! Kalian!! Serahkan kunci itu!!!” Seru Lyla. “Apa-apan? Kalian tidak akan mendapatkan kunci ini. Karena kalian semua akan mati disini!!” kelima duyung itu menunjuk Lyla cs dan dari masing-masing jari telunjuk mereka muncul bola air yang beriak. Lyla memasang kuda-kuda, “Kalau soal sihir dan hal-hal seperti itu kami tidak akan kalah.” Lyla melihat ke yang lain dan mereka semua mengangguk. “Sebaiknya jangan bicara aneh menjelang kematian kalian!” seru duyung ditengah. Kelima duyung itu menembakan bola-bola air itu ke arah Lyla dan yang lain.
Dumm!! Ledakan tekanan air meledak. Ledakanya sangat dahsyat sampai menimbulkan kepulan busa yang cukup banyak, kepulan busa itu menutupi tempat Lyla cs berada. “Hehehe, sayang sekali kalian mati sebelum mengetahui namaku, aku adalah panglima perang kerajaan duyung life lake, Gord.” Gord tersenyum tipis. “Tidak mungkin, Lyla, Silva, Nana, dan lainnya tidak mungkin mati semudah itu!!” teriak Anna dari dalam sel. Gord menoleh, melihat ke arah sel, “Tidak usah ribut, kalian hanya akan membuang-buang suara kalian yang berharga itu.” Gord kembali melihat ke arah kepulan busa dan sedikit terdiam, dia melihat suatu sinar samar dari dalam. Ia memberi isyarat kepada para anak buahnya untuk melihat kepulan itu.
Seorang duyung melihat ke dalam kepulan busa dan ia tertarik ke dalam dan tidak keluar lagi. Gord terlihat kaget, “Apa!! Mereka masih hidup! Tidak mungkin!!” dia melambaikan tangannya, menyingkirkan kepulan busa itu. Gord terkejut bukan main, ternyata Lyla dan yang lainnya dilindungi oleh unite high magic, photon wall, Katz dan Jimmy, prajuritnya mati ditusuk tanduk Hikari Dama, battle mode. Silva dan Nana mengeluarkan unite high magic, Dark Inferno, yang bersiap untuk menyerang Gord dan empat prajurit lainnya.
“Sial!!! Kalian, kalian... Siapa sebenarnya kalian!!?” Gord terpaku di tempat. “Cuma murid akademi sihir biasa saja kok.” Kata Lyla. Gord mengernyit, “Serang!!” serunya kepada prajuritnya. Lyla memejamkan matanya, Hikari Dama maju sambil menebaskan ekornya ke tiga prajurit itu dan membuat luka yang cukup dalam, terakhir dia tancapkan ekor dan tanduknya ke dada Gord. “Sekarang!!” seru Lyla. Silva dan Nana melepaskan sihirnya yang berupa bola hitam merah kehitam-hitaman yang dikelilingi kegelapan. Hikari Dama menghilang dan seketika itu juga Dark Inferno menghantam Gord dan prajuritnya. Ledakan yang mengarah vertikal ke atas itu begitu dahsyat dan hampir menghancurkan sebagian ruangan itu. Seandainya bukan di air pastinya ledakan itu mengarah ke segala arah dan menghanguskan segalanya. Ledakan itu mencuat sampai keluar ke permukaan. Para duyung itu terbakar habis.
Diluar Kira, Shyna, Stevi, Fabilla, dan Kairi melihat ledakan Dark Inferno itu, semuanya tampak cemas. Shyna menghampiri Kira sambil membawa jaring sihir penuh kerang jonah, “Kira senpai, apa itu tadi?” tanyanya. “Hmm itu Dark Inferno.” Jawab Kira. Semuanya terkejut bukan main, Shyna berhenti berenang, “Itu bahaya sekali apa Lyla dan yang lainnya selamat?” Kira hanya tersenyum, “Tenang saja, mereka yang menembakan kok.” Semuanya cuma melongo keheranan.
Di dungeon istana duyung Lyla dan yang lainnya telah membebaskan teman-teman mereka. Mereka kembali berkangen-kangenan dan berpelukan. Setelah itu mereka keluar dari tempat itu mereka berencana menyelamatkan Jane dan mengembalikanya seperti semula.
Mereka berjalan di koridor dimana sel-sel para korban pengambilan suara berada mereka mencari Jane disitu.
“Jadi, kita akan mencari dia disini? Uugh menakutkan..” kata Seira. Lyla memandangnya “Hmm, itu hal yang mudah kok, cukup lihat kedalam jendela kecil didalam dan pastikan dia adalah Jane.” Kata Lyla. Jimmy melongok kedalam salah satu jendela pintu, “Yah tapi bagaimana kita bisa tahu kalau didalam begitu gelap.” Sebuah jari keluar dari lubang kecil tersebut, Jimmy meneruskan perkataannya, “Dan juga itu.”
Lyla menggelengkan kepalanya dan memutar bola matanya, “ Whatever. Think use your magic, you all have it right?.” Semua menggangguk, menyetujui. Mereka mulai mencari Jane di situ. Seira selalu menjauhkan orang-orang didalam sejauh mungkin sementara Rifky lebih suka memainkan mereka. Silva mencarinya dengan menidurkan orang-orang didalam terlebih dahulu. Semuanya mencari Jane dengan teliti sampai Daithy dan Desya akhirnya menemukan Jane disalah satu deretan sel.
Jane menggedor-gedor pintu dengan histeris. Daithy mencoba menenangkannya, “Tenanglah Jane kita akan segera mengeluarkanmu dari sini.” Jane menunjuk-nunjuk mulutnya. “Ya, ya kami tahu kau kehilangan suaramu. Kami juga akan mengembalikan suaramu.” Jane menendang-nendang lantai dan menggeleng seakan marah atau sebal. Daithy dan Desya murung melihat kondisi Jane.
“Ada apa? Jane sudah ketemu?” Lyla datang menghampiri Daithy dan Desya. Lyla melirik kedalam dan melihat Jane melotot kearahnya, dia menyilangkan tangan dan memalingkan mukanya, kemudian menendang-nendang lantai lagi sambil menggeleng-geleng, seakan tidak menerima kedatangan Lyla. “Ayolah Jane sekarang ini bukan waktunya untuk marahan lagi. Kau butuh pertolongan dan pemulihan!” kata Lyla. Jane memasang tampang sinis dan menunjuk-nunjuk Lyla sambil membuka-mulutnya dan menggeleng-geleng kemudian menunjuk-nunjuk Daithy dengan tegas. Jane seakan menegaskan bahwa yang harus dan bisa menyelematkanya hanyalah Daithy dan Lyla tidak bisa dan hanya akan jadi pecundang.
Lyla menyipitkan matanya dan menunjuk Jane mengeluarkan kilatan perak kecil dari telunjuknya kearah dahi Jane. Jane langsung ambruk seketika. Daithy kaget dan mencengkram kerah baju Lyla, “Apa yang kau lakukan?” seru Daithy, Desya menarik rambut Lyla . “Tenang saja dia hanya kubuat tidur. Kalau tidak begini dia tidak akan bisa kita selamatkan. Kau juga berpikir begitukan?” Daithy dan Desya terdiam lalu melepaskan genggaman mereka. “Hmmph whatever, tapi jangan buat Jane cedera or else...” ancam Desya
“Hmph sure I will do it. Memangnya kapan kau pernah lihat aku jahat ke dia?” kata Lyla. Daithy dan Desya hanya menjauh dari sana dan menyisi. Lyla memandang mereka penuh kejijikan. Lyla kemudian mengalihkan perhatiannya kembali ke pintu tersebut. Lyla mencoba membukanya dengan sihir pembuka pintu. Nihil ia mencoba dengan kekerasan, force magic, gagal juga akirnya dia meminta bantuan yang lain, termasuk Daithy dan Desya. Semuanya memakai force magic pada saat bersamaan dan hasilnya pintu berhasil terbuka. Jane yang tidur dibawa di punggung Dennis.
Dain terduduk dilantai, “Hhh kalau untuk membuka satu pintu saja sulitnya setengah mati berarti kalau kita mau menyelamatkan semua orang ini mustahil ya.” Katanya. Lyla mengangguk, “Ya kita akan cari cara agar mereka bisa keluar... Sekarang ini, kita sembuhkan dulu Jane.” Semua mengangguk. Silva maju, “I’ve been thinking for minutes, bagaimana kalau kita menemui atau mengancam raja duyung?”
Semua terkejut bukan main terutama Aldo, “Are you crazy? What’s in your head?” seru Aldo. “Hmph yeah maybe I am crazy, tapi ini mungkin satu-satunya cara yang paling mudah dan paling sulit. Coba pikir, para duyung itu kerja samanya bagus. Jika mereka ditanyai tentang cara atau diancam tentang cara mengembalikan suara Jane mereka pasti akan langsung menyerang kita bersama-sama dan bukannya memberitahukanya. Cara untuk mengalahkan kerja sama seperti itu adalah apabila pimpinanya kita buat tak berdaya. Dalam hal ini Raja duyunglah pimpinannya.
Semua terdiam mereka menyadari bahwa berkali-kali mereka terjebak karena tipuan para duyung yang kompak. Mau tak mau mereka akhirnya menerima bahwa itu adalah cara yang terbaik.
Lyla mengangkat wajahnya “Ya Saint, kau benar. Ayo kita temui si Raja duyung itu.” kata Lyla. Semua mengangguk, Daithy dan Desya terpaksa menyetujui hal ini. Akhirnya mereka pun keluar dari dungeon itu dan menuju ke lantai satu.
Dari lantai satu mereka langsung kelantai dua, ke collonade (koridor besar yang berkarpet merah biasanya dipakai oleh raja untuk upacara perjalanan ke singgasana) yang panjang. Mereka dikejutkan oleh penemuan mayat-mayat duyung yang tergeletak disana-sini. Bekas sabetan dan ledakan sihir dimana-mana.
Lyla berjalan dengan hati-hati dan dengan perhatian penuh memimpin teman-temanya dibelakang, “Hati-hati teman-teman kita masih belum tahu, apakah ini adalah musuh, atau... teman kita.” Katanya. Daithy heran, “Maksudmu masih ada teman lainnya yang membantu kita? Kupikir hanya kau saja yang menolong kami.” Katanya. Lyla tidak menanggapi dan terus berjalan kearah pintu ruang singgasana. “Mayat-mayat itu menunjukan meraka ada di belakang pintu ini.” Ujarnya. Mereka semua menelan ludah dan membuka pintu itu.
Pintu dibuka, tidak ada jebakan ataupun password, Lyla menyipitkan mata dan memasang tangan di depan muka, merasa akan ada sesuatu yang mengerikan. Terdengar dari dalam teriakan anak-anak laki-laki dan perempuan. “Hei, sudahlah dia ini sangat tidak berguna lagi, Kak bunuh saja!” teriak suara perempuan. “Dia sudah memberikan kita apa yang kita mau, Kyra senpai sudah membunuh banyak di hari ini. Membunuh itu sebenarnya tidak baik tahu!” teriak suara laki-laki. “Sudah-sudah, ayo lebih baik kita tinggalkan orang ini.” Sahut suara lembut menengahi mereka.
Semuanya terdiam, suara ini... kakak! “Kakak!! Kak Kyra ya?!!” Lyla berteriak, “Kyra senpai! Kyra senpai!!” yang lain bersahut-sahutan. Ruang singgasana raja itu sangat besar sampai-sampai mereka harus berteriak-teriak untuk memanggil satu sama lain. Mereka kemudian berlari mendekati ketiga orang itu.
Tiga orang didekat singgasana itu adalah Kyra, Ryana, dan Herzen, ditambah sang raja yang terikat dikursinya. Mereka menoleh kearah Lyla dan yang lainnya dan tersenyum gembira. Mereka kemudian berpelukan bersama.
Lyla berpelukan dengan Kyra, “Kakak, kakak menolongku!” Kyra mengangguk. “Bagaimana bisa kakak sampai kesini bukankah kakak sudah berada di daratan tadi?” Kyra tersenyum, “Kami meminta Pearl dan Kirio sensei untuk menyelamatkan kalian.” Kata Kyra, Kyra kemudian menjelaskan semuanya, tentang tipuan Pearl dan Kirio dan Kira dengan yang lainnya yang sedang mencari kerang Jonah.
“Ah, ya Kak, bagaimana keadaan Reky?” seru Lyla. Dia melepaskan diri dari pelukan. “Reky?” Kyra mengernyitkan kening keheranan. Lyla memberitahu keadaan Reky.
“Ah itu pasti Pearl dan Kirio. Lyla, kau tidak salah, Reky sudah mati.” Ujar Kyra. “Apaa!!!” Jerit Lyla. Semua melirik ke arah Lyla, “Ada apa Lai?” tanya Nana. “Dengar Reky—“
“Ah, bukan apa-apa kok. Dia hanya terkejut mendengar keadaan Reky yang sudah lumayan membaik di daratan.” Kyra memotong. Semua kembali mengobrol. “Kak, apa maksud—“
“Tenanglah, Reky sudah dihidupkan kembali dengan ressurection shard oleh Pearl dan Kirio sensei.” Potong Kyra. “Jadi surat ini?” Lyla menunjukan surat itu kepada Kyra. “Ya itu palsu.” Lyla menghela napas, “Hhh jadi begitu, Kirio dan Pearl sensei apa mau mereka sebenarnya?” Kyra menggeleng. “Ah daripada begitu kak, bagaimana caranya bertemu dengan Herzen? Kakak bilang tadi kesini berdua saja dengan Ryana?”
“Memang, tadinya aku kesini hanya bersama Ryana tapi kami bertemu Herzen di tengah perjalanan. Dia sama sekali tidak mendapatkan perhatian dari para duyung, kami menemuinya sedang mencari-cari kerang Jonah dengan tenang.”, “Herzen tidak diserang duyung?” katanya. Kyra menggeleng, “Entah, aku menggunakan Kanten untuk mencarimu dan tiba-tiba saja aku menemukannya. Lagi sepertinya diluar sana sama sekali tidak terdapat duyung.”
Lyla melirik Herzen, dia sedang bercanda bersama Silva, Aldo, dan Rifky. Lyla termenung dan melirik Kyra, “Kakak sini sebentar.” Dia melambai menyuruh Kyra mendekat dan membisikan sesuatu kepadanya. Kyra menangguk, “Ya aku juga berpikir begitu. Jadi apakah kau mau meyakinkanya dengan menanyainya?” Lyla berjalan menghampiri sang raja duyung, “Tentu saja.”
Lyla memandang wajah lesu sang raja. Wajah itu benar-benar seperti manusia yang ganteng, kalau bukan karena telinganya yang seperti sirip ikan dan bola matanya yang merah. “Baiklah sang raja aku ingin kau jujur kepadaku, apakah semua pasukanmu sudah kalah?” ancam Lyla. Raja duyung mendengus, “Hh untuk apa aku memberi tahu hal itu kepadamu?” Lyla menamparnya, Semua orang terdiam “Kau berbohong padaku, kulihat sepertinya semua duyung diluar sudah tidak ada lagi. Buktinya temanku yang dari tadi diluar tidak diserang duyung sama sekali. Kau telah panggil semua duyungmu kesini kan?”
Raja duyung membuang muka, dia mulai berbicara, “Tiap enam tahun pasti selalu ada kejadian seperti ini, para anak-anak sekolah sihir datang untuk uji coba kemampuan karena itu penjagaan diperketat. Sebenarnya bukan hanya untuk mencegah mereka menyerang tapi juga untuk memangsa suara mereka.” Raja duyung berwajah seolah tidak bersalah. Sekarang ini sepertinya kalian lebih hebat dari yang sudah-sudah, ya pasukanku telah habis.
“Lalu apakah tahanan didungeon itu juga para anak-anak?” Lyla menggeram, “Bukan itu orang-orang yang memancing disini yang tidak hati-hati. Entah kenapa setiap anak-anak yang sudah kami mangsa suaranya tidak bisa kami sekap. Lewat sehari setelah kami sekap pasti mereka akan segera menghilang.” Kata raja Duyung. Lyla teringat Reky yang segera menghilang setelah mati.
“Oke cukup basa-basinya sekarang kuminta kau untuk mengembalikan suara Jane! Bisa tidak?” ancam Lyla. Sang Raja tersenyum mengejek, “Hehehe sayang sekali yang sudah diperut hanya bisa keluar dalam bentuk kotoran. Aku tidak bisa mengembalikanya.”
Lyla menggeram, “LALU? MUNTAHKAN SAJA! APA SUSAHNYA?” Teriaknya. Silva menghampiri Lyla dan menggenggam pundaknya. “Lai, jangan begitu kita harus tenang.” Lyla terdiam dan mengalihkan pandangan dari sang raja. “Wahai raja duyung. Apakah tidak ada cara lain untuk mengembalikan suara Jane kembali?” tanyanya.
Sang raja hanya terdiam. “Sudah bunuh saja dia! Dia sudah tidak berguna lagi!!” seru Ryana. “Ya, hanya itu jalan satu-satunya. Membunuhku dan aku akan mendendangkan semua suara yang pernah kumakan dari lahir sampai sekarang. Bila orang itu masih hidup suaranya akan kembali kepadanya.” Kata sang raja.
Silva terdiam tidak bergerak. Tiba-tiba Daithy dan Desya meluncur melewatinya dan menebaskan pedang sihir ke leher Raja Duyung. Darah segar segera merembes, menyebar di air. Kepala sang raja tergeletak dilantai dan dengan suara super keras dia meneriakan semua suara yang pernah ia makan dari lahir.
Semua itu terjadi dalam sekian detik, begitu cepat. Silva yang masih melongo melirik ke arah Daithy dan Desya. “Kalian... apa yang kalian lakukan!?” Daithy dan Desya menoleh, “Mengembalikan suara Jane.” Silva mengangkat alis, “Kalian, kenapa membunuhnya begitu saja?” seru Silva. Daithy mendengus “Bukankah nantinya dia juga akan dibunuh? Sebaiknya cepat, lebih cepat lebih baik.” Katz sedikit mengangguk, tapi tidak ada yang begitu memperhatikannya lagipula pergerakan lehernya tertutupi oleh syalnya yang tinggi.
Lyla, Nana, dan Anna menghampiri Daithy dan Desya kemudian menamparnya. Masing-masing sekali tiap satu orang. Daithy dan Desya melongo, “Ap—“
“Setidaknya kau harus berterimakasih dan menanyakan ucapan serta permohonan terakhirnya.” Ujar Lyla dengan sinis. Daithy dan Desya mengecut.
Lyla berbalik melihat teman-teman dan kakaknya “Semuanya sebelum kita pulang sebaiknya kita melakukan sesuatu. Karena Kak Kyra sudah ada disini dia pasti bisa membuka semua pintu-pintu dungeon itu. Ayo semua!” Aldo, Rifky, Dennis, Jimmy, Seira, Silva dan Kyra tersenyum. Mereka semua kemudian berbalik dan berjalan kearah pintu ruang singgasana. Daithy dan Desya masih berdiri ditempat mereka dan menyusul dengan terpaksa.
Mereka kemudian sampai di dungeon di tempat ruangan sel berpintu. Kyra mulai membuat magic crest circle disekelilingnya. “Kak? Ini buat apa?” tanya Lyla. “Ini untuk melakukan sihir tingkat super tinggi yang khusus.” Ujar Kyra
Anna berdiri diantara mereka “Oh, aku tahu yang biasanya dilakukan oleh para tingkat di atas Horizon of Eternity ya? Para Chocmah, Din, dan Kether. Mereka merapal mantera yang panjang untuk melakukan sihir sesuai dengan apa yang mereka ingin lakukan.”
“Apa contohnya?” tanya Rifky “Kau bisa melihatnya sebentar lagi kok.” Kyra dengan senyumnya berdiri ditengah-tengah lingkaran. “Aaa, maaf. Tolong jangan menginjak lingkaran.” Kata Kyra. Semua menjauhi lingkaran dan Kyra mulai merapal kalimat rune. Sejenak kemudian seluruh tubuhnya berkeringat dan mukanya memerah. ‘Hhh tenagaku tidak cukup.’ batin Kyra.
“Keadaan kakak sepertinya kelelahan.” Ujar Lyla. Anna memegang pundak Lyla, “Jelas, Kyra senpai itu baru level 5: Tipereth/Sepiroth VI. Mustahil melakukan sihir dua level diatasnya.” Nana menghampiri mereka berdua, “Tapi tidak ada salahnya kita mengirimkan bantuan kan? Trans Mana!!” seru Nana. “Sihir penambah kekuatan ya? Benar juga!” seru Lyla.
“Ayo kak!!” sorak Lyla. “Berjuanglah senpai!!” teriak Anna. Kyra tersenyum dan mengerahkan seluruh tenaganya, ‘Ya, mereka semua bersamaku.’ “OOOONH!!”
Kemudian seluruh pintu penjara di dungeon itu terdobrak begitu saja baik diruangan sel kubah, sel pintu, dan sel sarang burung. Semua orang yang berada di dalamnya keluar dan mereka bersorak-sorak. Kyra terduduk kelelahan , “Hah, hah, aku merasa betul-betul kelelahan sekaligus bergairah.” Lyla dan yang lainnya menghampiri Kyra “Kalian terimakasih atas sihir power up-nya ya. Whoops!” seseorang memeluk Kyra dan berterimakasih. “Ahh, sudahlah ayo.” Dia bangkit berdiri, “SEMUANYA AYO KITA KELUAR DARI SINI!” Kyra berteriak. “YAA! AYO!!” Lyla juga berteriak sama kencangnya dengan Kyra.
Mereka semua kemudian berlarian keluar dari Istana duyung dan kemudian berenang kepermukaan. Lyla cs berhenti di depan gerbang pintu masuk. Kyra kemudian berbicara, “Kalian semua, sebaiknya kita menemui Kira dan yang lainnya dulu sebelum kita kepermukaan dan menemui Pearl dan Kirio sensei.”
“Kenapa begitu Kyra senpai?” tanya Aldo. “Ah apa kalian masih ada yang ingat apa tujuan kita pertama kali kesini?” Rifky, Aldo, Anna, Dennis, Seira, Daithy, dan Desya berpandangan, Lyla, Silva, Nana, Ryana, dan Jimmy hanya menyilangkan tangannya. “Kerang.” gumam Katz. “Ya, kerang.” Semuanya tersadar kembali, mereka tampaknya melupakan semua kejadian sebelum ini karena terlalu takut dan cemas. “Kira telah mengumpulkan kerang-kerang yang telah ditugaskan jadi kalian tinggal mengambilnya saja. Selamat! Ayo kita kesana.” Semuanya kemudian meluncur dengan Kyra memandu mereka, kecuali satu Ryana.
Lyla melihatnya dan menghampirinya, Ryana pasti sedih karena dia tidak menemukan Reky “Ryana? Kau tidak apa-apa? Kau pasti sedih karena tidak bertemu dengan Reky kan?” Ryana masih tetap diam, “Ryana?”
“Aku mendengarnya.” Gumamnya. “Eh?” Lyla mengernyit. “Aku mendengarnya Lai. Reky sudah mati kan!? Dia dibunuh oleh duyung-duyung jahanam itu kan? Benar kan? Benarkan!?” teriak Ryana. Yang lain sudah jauh didepan, Lyla menunduk “Ya, itu benar tapi dia tidak mati begitu saja. Dia...hidup kembali.”
“Apa? Apa maksudmu Lyla? Apa Reky masih hidup?” tanya Ryana. Lyla pergi meluncur. “Lyla! Tunggu, Lyla!!!” Ryana berteriak. Lyla berbalik, “Hal itu lebih baik diketahui bersama. Nanti saja biar Kak Kira yang menjelaskannya.” Lyla pergi meluncur lagi. “Lyla tunggu!! Hhh, sudahlah! Awas nanti kalau tidak diberitahu waktu sampai di tempat Kira senpai!”
Akhirnya semuanya meninggalkan medan pertempuran itu.